Selamat Datang Di Website Kontakperkasa Futures Surabaya

PT KP PRESS | Menakar Pilihan Frekuensi untuk Layanan 5G di Indonesia

Written By KPFSURABAYA on Wednesday, December 23, 2020 | 8:36 AM




PT KP PRESS SURABAYA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah memastikan kalau layanan 5G bakal hadir pada 2021 mendatang, dan frekuensi yang dipakai adalah 2300Mhz untuk tahap awal. Bagaimana soal frekuensi lainnya?

Muhammad Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB menjelaskan, International Telecommunication Union (ITU) telah menetapkan beberapa frekuensi yang dapat dipergunakan untuk layanan 5G, dan 2300 Mhz adalah salah satunya.

Meski sudah ditetapkan sebagai frekuensi 5G, menurut Ridwan ketersediaan frekuensi di 2300Mhz jumlahnya juga sangat terbatas. Idealnya 5G membutuhkan lebar pita 100Mhz.

Namun saat ini jumlah ideal tersebut tak akan mungkin diberlakukan di Indonesia. Sebab saat ini sudah ada 3 operator selular yang sudah menduduki frekuensi 2300Mhz. Dengan memiliki 40Mhz di frekuensi 2300Mhz, Telkomsel dinilai Ridwan bisa untuk menyelenggarakan layanan 5G.

"Khusus Telkomsel dan Smartfren, tambahan masing-masing 10Mhz di frekuensi 2300Mhz secara teknis memberikan peluang bagi mereka untuk mengembangkan 5G di Indonesia. Meskipun belum layak secara bisnis di saat ini karena kecepatannya yang tidak optimal," ujar Ridwan.

"Jika memiliki 100Mhz di 2300Mhz maka secara teoritis kecepatan 5G bisa 4878Mbps. Namun jika 40Mhz dan 10Mhz maka kecepatannya masing-masing hanya 1951Mbps dan 487Mbps. Sehingga ini mengembangkan 5G di 2300Mhz tidak optimal dan belum layak secara bisnis," ungkapnya.

Dari ketersediaan perangkat dan ekosistem di dunia, idealnya layanan 5G menggunakan frekuensi 3300 Mhz sampai 3600Mhz. Sebab spektrum yang ada mencapai 400Mhz. Meski ideal namun untuk penerapan 5G di frekuensi 3500Mhz, Pemerintah memiliki PR yang cukup menantang. Yaitu memindahkan frekuensi 3500Mhz yang selama ini dipergunakan untuk layanan satelit menjadi layanan 5G.

"Kalau mau mendapatkan layanan ideal 5G di frekuensi tersebut pemerintah harus memindahkan layanan satelit. Atau jika tidak ingin adanya interferensi pemerintah bisa melakukan proteksi seperti melarang BTS 5G beroperasi di wilayah tertentu atau mewajibkan antena satelit untuk menggunakan cassing," terang Ridwan.

Frekuensi lainnya yang dinilai Ridwan bisa dipakai untuk layanan 5G adalah di 2600Mhz. Memang saat ini frekuensi tersebut masih dipergunakan oleh penyelenggara tv satelit berbayar. Namun di tahun 2024 izin penyelenggaraan tv berbayar tersebut sudah habis dan bisa dipergunakan untuk layanan 5G.

"Setelah 2024 ada sekitar 180Mhz frekuensi 2600Mhz yang bisa dipakai untuk layanan 5G. Dan itu cukup untuk beberapa operator telekomunikasi," kata Ridwan.

Frekuensi 1800Mhz juga sudah ditetapkan ITU sebagai frekuensi 5G. Namun menurut Ridwan total lebar pita di 1800Mhz hanya 70Mhz. Belum lagi frekuensi tersebut sudah dibagi untuk 4 operator selular.

"Di 1800Mhz tidak efektif. Sebab frekuensi tersebut masih dipergunakan oleh operator selular untuk layanan 4G. Kalau yang paling memungkinkan adalah di 2100Mhz. Selain karena ekosistemnya sudah mendukung, layanan 3G di 2100Mhz bisa langsung dimatikan oleh Pemerintah. Pemerintah bisa mematikan layanan 3G di 2100Mhz lebih cepat untuk kebutuhan 5G," papar Ridwan.

Untuk coverage 5G nantinya pemerintah juga bisa memanfaatkan frekuensi 700Mhz. Jika program analog switch-off (ASO) ini dapat berjalan lancar, setidaknya Pemerintah bisa mendapatkan digital dividend dari 108Mhz frekuensi 700Mhz.

Ridwan meminta kepada Pemerintah dapat memprioritaskan layanan 5G untuk operator selular yang benar-benar sudah siap dengan memiliki infrastruktur yang luas di daerah dan capital expenditure (CAPEX) atau modal belanja yang cukup.

Operator yang tidak memiliki komitmen yang kuat untuk membangun di daerah dan tidak memiliki uang untuk investasi disarankan Ridwan untuk tidak ikut menggembangkan 5G di frekuensi 700Mhz.

"Mending operator yang tak memiliki kemampuan tersebut dapat menggelar 5G di frekuensi 2600Mhz. Sebab jika diberikan kepada operator yang tidak memiliki infrastruktur yang luas di daerah dan CAPEX yang cukup besar maka layanan 5G tidak dapat dinikmati oleh masyarakat di daerah terpencil," tutup Ridwan. PT KP PRESS

 

Baca juga artikel lainnya
1. Bitcoin ‘Bikin Sakit’, Lebih Baik Pilih Emas | PT KP PRESS
2. Investasi Emas Tetap Menggiurkan Sampai Kuartal Pertama 2018 | PT KP PRESS
3. Investasi Masih Menarik Tahun 2018 | PT KP PRESS
4. Menengok Prospek Bisnis Investasi di Tahun Politik | PT KP PRESS
5. Tahun 2018, Bisnis investasi Dinilai Tetap Menarik | PT KP PRESS
6. 2018 Emas dan Dolar Pilihan Menarik untuk Investasi Berjangka | PT KP PRESS
7. KPF: Bisnis Investasi Masih Menarik pada 2018 | PT KP PRESS
detik.com

 

Share this article :

Post a Comment